Zakat Sebagai Media Pendistribusian Kekayaan
Kesadaran menunaikan zakat merupakan bagian dari kesadaran bermasyarakat dan merupakan kesempurnaan keberagamaan seseorang.
Dalam islam, harta yang lebih disatu sektor mesti dialirkan kepada sektor yang mengalami kekurangan, islam melarang bertumpuknya dan tertahan harta yang ditangan orang kaya saja. Setiap harta yang sudah mencapai nisab dan genap satu tahun mesti ditarik oleh Baitul mal dan dibagi-bagi kepada masyarakat.
Zakat memastikan transfer harta kepada si miskin sehingga harta tersebut tidak beredar dikalangan mereka yang kaya saja (pemilik modal). Zakat dalam hal ini berfungsi sebagai wealth transfer mechanism yang menjamin distribusi kekayaan negara secara ‘konstan’ dari mereka yang memiliki kelebihan harta (surplus sectors) kepada mereka yang merasa kekurangan (deficit sectors) sehingga perekonomian sebuah negara menjadi seimbang dan jurang sosial di dalam masyarakat menjadi semakin kecil
Harta zakat yang telah dikumpulkan dan dibagi-bagikan kepada 8 (delapan) sektor yang berhak menerima zakat, akan memberikan “multiplier effect” berupa transformasi
pertumbuhan ekonomi dari yang selama ini hanya terjadi di kalangan mereka yang kaya kepada mereka yang miskin. Transformasi ekonomi tersebut akan mempunyai implikasi positif kepada pemerataan dan keadilan distribusi ekonomi kepada setiap golongan ekonomi dalam masyarakat sehingga jurang sosial-ekonomi menjadi semakin kecil.
Makna tumbuh juga bermaksud bahwa zakat harus bisa menjadi alat empowerment si miskin sehingga keluar dari belenggu kemiskinan dan menjadi muzakki (orang yang membayar zakat). Zakat tidak bermaksud tumbuh, kalau distribusinya habis untuk tingkat konsumtif fakir dan miskin saja.
Sebaliknya, zakat harus mempunyai implikasi produktif yang bisa menggerakkan ekonomi fakir dan miskin untuk memperbaiki kehidupan mereka ke arah yang lebih baik.
Namun demikian, perlulah menjadi perhatian kita bersama, meskipun zakat dimaksudkan sebagai wealth transfer mechanism agar distribusi harta dikalangan masyarakat merata dan berkeadilan, juga supaya hati manusia menjadi suci dari sifat rakus akan kemewahan, dalam praktiknya, untuk mencapai tujuan tersebut perlu kepada beberapa aspek pendukung lainnya, seperti manajemen zakat yang efisien dan rapi, distribusi yang benar dan adil, dan yang lebih penting lagi adalah kesadaran dalam diri manusia untuk menjadi ‘suci’ (fitrah).