You are currently viewing Menanamkan Nilai Filantropi Pada Anak

Mengajarkan Kedermawanan Sejak Dini: Menanamkan Nilai Filantropi Pada Anak

 

Agama Islam mengajarkan para penganutnya untuk saling menyayangi dan mengasihi sesama. Setiap individu memiliki karakteristik yang beragam, ada yang memiliki sifat dermawan, namun juga ada yang bersikap kikir. Individu yang memiliki jiwa penuh kasih sayang akan mendekatkan dirinya kepada Allah dan Rasulullah, serta menciptakan hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki belas kasihan terhadap sesama, terutama terhadap orang-orang yang lemah, akan menjauhkan diri dari Allah SWT.

Dalam konteks pendidikan, penanaman nilai kedermawanan menjadi sangat penting pada setiap tingkatan, terutama pada peserta didik, agar mereka nantinya dapat menjadi individu yang memiliki kepekaan sosial. Keberhasilan dan kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas dan karakteristik masyarakatnya, yang dapat dibentuk melalui sistem pendidikan yang tidak hanya mencetak peserta didik yang pintar secara akademis, tetapi juga mampu mengaplikasikan pengetahuannya secara cerdas dalam kehidupan nyata, baik secara lahiriyah maupun batiniyah.

Penanaman karakter kedermawanan dapat dilakukan melalui beberapa metode, seperti keteladanan, nasihat, pembiasaan atau pemantauan, dan hukuman. Pendekatan yang digunakan mencakup perilaku sosial dan perkembangan moral kognitif. Strategi pelaksanaan dapat melibatkan kegiatan rutin, spontan dan keteladanan. Penanaman karakter kedermawanan juga dapat diwujudkan melalui perhatian terhadap diri sendiri, perhatian terhadap teman dan adik kelas, perhatian terhadap guru, dan perhatian terhadap lingkungan sosial. Kegiatan infak dan sedekah dapat menjadi bagian dari upaya penanaman karakter ini, diimplementasikan melalui kegiatan sehari-hari seperti infak harian, kegiatan bakti sosial, kerja bakti, serta kunjungan dan dukungan kepada teman yang sakit atau mengalami musibah.

Orang yang gemar bersedekah dianggap sebagai individu yang meneguhkan imannya. Menurut syariat, pengertian sedekah sejalan dengan pengertian infaq, termasuk hukum dan ketentuannya. Namun, perbedaannya terletak pada sifat lebih luasnya arti sedekah, tidak hanya terkait dengan hal materi, melainkan mencakup hal-hal non-materi seperti memberikan senyuman.

Islam mendorong umatnya untuk mengembangkan jiwa dermawan dengan tujuan menjernihkan jiwa, menciptakan kepekaan sosial yang tinggi, menunjukkan tenggang rasa terhadap sesama yang membutuhkan, serta memberikan kesempatan untuk merenung atas karunia Allah yang melimpah. Gaya hidup sederhana, tanpa berlebihan atau kemewahan, serta penyaluran harta di jalan Allah, dilakukan semata-mata untuk meraih keridhaan Allah SWT. Selain itu, syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kepuasan dan kelapangan hati bagi penerima sedekah, memperkuat ikatan persaudaraan Islamiyah, dan membangun masyarakat yang dinamis dengan budaya tolong-menolong yang tinggi. Semua hal ini menekankan bahwa Islam adalah agama yang memiliki satu tujuan, satu landasan, dan satu kewajiban dalam menciptakan keadilan sosial dan spiritual di tengah-tengah umatnya.

Pendidikan akhlak menekankan pada pengenalan dan penanaman nilai-nilai ajaran agama yang tercermin dalam tingkah laku dan budi pekerti seorang anak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam segala aspek kehidupan, manusia memerlukan aturan untuk mencegah merugikan orang lain dan menciptakan suasana damai serta tenteram. Anak yang telah mendapatkan pendidikan untuk berperilaku baik akan memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan yang luas. Sebaliknya, tanpa pengenalan terhadap upaya pembentukan akhlak yang baik, anak mungkin akan hidup tanpa aturan dan cenderung melakukan perbuatan yang menyimpang. Oleh karena itu, pendidikan akhlak dianggap sebagai bekal yang sangat berguna bagi perkembangan seorang anak.

Dengan demikian, pendidikan akhlak diharapkan dapat mencapai kawasan internalisasi (pendalaman) dan karakterisasi (penghayatan). Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah dan memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan penyampaian misi dakwahnya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan adalah metode yang paling berhasil. Hal ini disebabkan oleh psikologi anak yang cenderung menjadi peniru ulung. Murid-murid memiliki kecenderungan untuk meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam berbagai aspek kehidupan.

Menurut Anis Mata dalam bukunya yang berjudul “Membentuk Karakter Muslim,” terdapat beberapa kaidah pembentukan karakter. Pertama, kaidah kebertahapan, yang berarti proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan harus dilakukan secara bertahap. Seorang anak dalam hal ini tidak dapat dipaksa untuk berubah sesuai keinginan secara tiba-tiba dan instan, melainkan melalui tahapan-tahapan yang memerlukan kesabaran dan tidak terburu-buru.

Kedua, Kaidah Kesinambungan, yang berarti perlunya adanya latihan yang dilakukan secara terus menerus. Meskipun porsi latihan mungkin kecil, namun yang penting adalah konsistensinya. Proses yang berkesinambungan ini akan membentuk rasa dan pola pikir seseorang, yang lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan dan kemudian menjadi karakter pribadi anak yang khas dan kuat.

Ketiga, Kaidah Momentum, yang berarti memanfaatkan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Contohnya, menggunakan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya.

Keempat, Kaidah Motivasi Intrinsik, yang berarti karakter anak akan terbentuk dengan kuat dan sempurna jika didorong oleh keinginan sendiri, bukan sebagai paksaan dari orang lain. Proses merasakan dan melakukan sendiri adalah suatu proses yang penting. Prinsip ini sejalan dengan pemahaman umum bahwa hasil dari mencoba sesuatu akan berbeda antara yang dilakukan sendiri dengan yang hanya dapat dilihat dan didengarkan. Oleh karena itu, pendidikan harus menanamkan motivasi yang kuat dan tulus, serta melibatkan tindakan yang nyata.

Kelima, Kaidah Pembimbing, yang berarti perlunya bantuan dari orang lain untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada yang dapat dicapai seorang diri. Pembentukan karakter ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya seorang guru atau pembimbing. Kehadiran seorang guru tidak hanya untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan anak-anak, melainkan juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat untuk curhat, dan sarana untuk tukar pikiran bagi anak didiknya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

Oleh : Ariq Maulana Zahra  (Mahasiswa UIN SGD Bandung)

Leave a Reply