You are currently viewing Kesadaran Menjaga Lingkungan: Tanggung Jawab Ekologis dalam Islam

Kesadaran Menjaga Lingkungan:

Tanggung Jawab Ekologis dalam Islam

oleh :

Ariq Maulana Zahran (Mahasiswa UIN Bandung)

Secara implisit agama dan lingkungan memiliki hubungan yang erat dalam mempengaruhi perilaku manusia terhadap persepsi dan tingkah lakunya dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup di sekitarnya. Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menelaah, bereksplorasi dan menyadari pentingnya untuk menjaga lingkungan sehari-hari.

Lingkungan hidup merupakan bentuk penggalian pengetahuan bagaimana alam raya ini bekerja dan semua benda, baik itu yang hidup dan tidak hidup serta kondisi lingkungan yang kita tempati sehari-hari. Manusia dengan lingkungan hidupnya tentu memiliki hubungan timbal balik antara keduanya, manusia dapat mempengaruhi lingkungannya dengan perilakunya itu sendiri, sedangkan lingkungan hidup juga memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menjamin kehidupan umat manusia secara berkelanjutan.

Antara manusia dengan lingkungan hidupnya terdapat hubungan yang dinamis. Perubahan dalam lingkungan hidup akan menyebabkan perubahan dalam kelakuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru. Perubahan dalam kelakuan manusia ini selanjutnya akan menyebabkan pula perubahan dalam lingkungan hidup. Dengan adanya hubungan dinamissirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya, dapat dikatakan hanya dalam lingkungan hidup yang baik, manusia dapat berkembang secara maksimal, dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan hidup dapat berkembang ke arah yang optimal.

Hutan merupakan rumah bagi segala keanekaragaman hayati tumbuhan maupun hewan didalamnya, juga penentu dalam kestabilan ekosistem dan kehidupan bagi manusia. Pepohonan yang ada didalamnya menjadi tumpuan utama sekaligus menjadi penahan resapan air dalam tanah, sehingga air tersebut tidak mudah terlepas yang menyebabkan bencana erosi dan banjir.

Islam juga sangat menganjurkan pelestarian sumber daya hewani. Ada beberapa konsep pelestarian sumber daya hewani dalam Islam. Pertama, selain kebutuhan untuk konsumsi, hewan yang diperbolehkan dikonsumsi dalam Islam rata-rata termasuk hewan yang mempunyai populasi cukup banyak, bukan termasuk kategori hewan-hewan langka yang populasinya hanya sedikit.

Kedua, syariat Islam juga tidak memperbolehkan penyiksaan hewan. Ketiga, Islam menganjurkan untuk merawat binatang dengan cara memberikan kebebasan hidup atau memberikan kebutuhan hidup hewan, apabila saja binatang itu dalam pemeliharaannya. Keempat, dalam aturan pembunuhan hewan, Islam hanya memprioritaskan atas hewan yang termasuk jenis hewan berbahaya (al-fawasiq al-khams) serta hewan sejenis, yakni hewan-hewan yang menganggu ataupun menyerang manusia.

Begitu juga dengan permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan sampah. Di pedesaan, penanganan sampah relatif mudah untuk ditangani, hanya saja kecerobohan dan budaya sembarang masyarakat yang menyebabkan persoalan ini menjadi perhatian serius dan kedepannya akan berdampak sebagai masalah jangka panjang yang berujung kepada kesehatan masyarakat. Masalah lingkungan hidup pada dewasa ini selalu didasarkan pada bisnis semata, hanya melihat nilai untung bagi kepentingan manusia saja, bukan didasarkan pada nilai untung bagi lingkungan itu sendiri. Akibatnya, masalah lingkungan hidup yang tidak memberi keuntungan bagi manusia akan
diterlantarkan, dibiarkan, diacuhkan bahkan dikesampingkan. Dengan demikian, ekologi antroposentrisme adalah ekologi arogansi manusia bukan ekologi ekosentrisme yang memandang segala yang ada di dunia ini baik itu biotik maupun abiotik sama-sama memiliki nilai karena keduanya terikat dalam ekosistem lingkungan. Etika lingkungan hidup antroposentrisme mengacu pada suatu keyakinan sosial masyarakat lingkungan bahwa manusia adalah makhluk tinggi, manusia adalah makhluk istimewa. Sehingga, organisme yang lain disamping manusia diciptakan dan disediakan oleh Tuhan hanya untuk kepentingan dan kebutuhan manusia semata.

Seorang ulama Islam Kontemporer Yusuf al-Qardhawi, telah banyak mengulas tentang
hubungan Islam dan lingkungan hidup dalam beberapa fatwa dan tulisannya. Menurut beliau terdapat beberapa istilah dalam agama Islam yang dapat dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan hidup diantaranya adalah: pertama, teori al-istishlah (kemaslahatan), kedua, Pendekatan lima tujuan dasar Islam (maqashid al-syari’ah), Ketiga, Sunnah dari Rasullullah Saw.

Al-Istishlah, Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa kondisi alam yang
seimbang dan baik tidak akan berdampak pada munculnya kerusakan, karena Allah memberikancalam ini kepada manusia dalam kondisi yang baik. Al-Istishlah, adalah memberikan perawatan terhadap lingkungan, termasuk manusia, juga spesies tumbuhan dan hewan lainnya. Istilah ini juga dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan berkelanjutan dan mempersiapkan kehidupan masa kini untuk generasi yang akan datang

Pendekatan Tujuan Dasar Islam (Maqashid al-Syari’ah), Menurut Yusuf Qardhawi (2001) menjelaskan bahwa agama secara signifikan dapat memberikan kontribusi terhadap menjaga kualitas lingkungan dan sekitar. Beliau menjelaskan bahwa memelihara lingkungan sama halnya dengan menjaga lima tujuan dasar Islam (maqashid al-syari’ah). Dalam kaidah Ushul Fiqh disebutkan, ma la yatimmu al-wajib illa bihi fawuha wajibun (sesuatu yang membawa kepada kewajiban, maka sesuatu itu hukumnya wajib). beliau menambahkan ada lima alasan menjaga lingkungan adalah kewajiban bagi setiap muslim.

Pertama, rekonstruksi makna khalifah. Dalam Alquran ditegaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi ini tidak untuk melakukan perusakan dan pertumpahan darah. Tetapi untuk membangun kehidupan yang damai, sejahtera, dan penuh keadilan.

Kedua, ekologi sebagai doktrin ajaran. Artinya, menempatkan wacana lingkungan pada
doktrin utama (ushul) ajaran Islam.

Ketiga, tidak sempurna iman seseorang jika tidak peduli lingkungan. Keberimanan
seseorang tidak hanya dapat diukur dari banyaknya ritual di tempat ibadah. Tapi, juga menjaga dan memelihara lingkungan merupakan hal yang sangat fundamental dalam kesempurnaan iman seseorang.

Keempat, perusak lingkungan adalah kafir ekologis (kufr al-bi’ah). Di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah adanya jagad raya (alam semesta) ini. Karena itulah, merusak lingkungan sama halnya dengan ingkar (kafir) terhadap kebesaran Allah. Kelima, memperjuangkan politik hijau (green politic), sebuah gerakan mendampingi pembangunan agar berperspektif ekologis.
Kebijakan-kebijakan politik yang anti-ekologi, mekanistik, dan materialistik diarahkan menuju kebijakan politik yang sadar lingkungan (ecological politic). Hal ini penting karena kerusakan alam yang sedemikian parah tidak mungkin hanya diselesaikan melalui pendekatan agama. Akan tetapi, perlu pendekatan yang komprehensif. Mulai dari agama, ekonomi, politik, budaya, dan sosial bersatu padu menangani krisis ekologis ini.

Pemeliharaan Lingkungan Hidup dalam Sunnah, Menurut Yusuf Qardhawi, larangan
penebangan pohon telah ada sejak zaman Rasullah berawal dari larangan penebangan pohon sidrah yang merupakan pohon yang terkenal dengan sebutan al-sidr. Pohon ini tumbuh di padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak memerlukan air. Pohon tersebut digunakan sebagai tempat berteduh oleh para musafir, orang yang mencari makanan ternak, tempat pengembalaan. Ancaman neraka bagi orang yang memotong pohon sidrah menunjukkan perlunya menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Leave a Reply