Keajaiban Sedekah
(Meneladani Kisah Ali bin Abi Thalib)
Oleh :
Alifia Khairunnisa – Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia sedekah adalah memberikan sebagian harta kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun. Orang yang bersedekah hanya mengaharapkan imbalan dari Allah SWT. Sedekah merupakan tanda bahwa seseorang tersebut benar-benar beriman kepada Allah SWT.
Keutamaan bersedekah tidak diragukan lagi keajaibannya, seperti hal nya yang dilakukan oleh salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib merupakan anak dari paman Nabi Muhammad SAW yakni Abu Thalib. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah diasuh oleh Abu Thalib setelah orang tua dan kakeknya meninggal dunia.
Salah satu kisah menarik yang menggambarkan kualitas keikhlasan dan ketulusan seorang Ali bin Abi Thalib. Pada suatu hari, saat pulang kerumah Ali menemui istrinya yang bernama Fatimah dan berkata, “Wahai istriku, adakah makanan untuk hari ini?”.
Istrinya menjawab, “Kita tidak memiliki makanan, yang ada hanyalah uang 6 dirham untuk persediaan makan Hasan dan Husain”.
Ali berkata, “Berikan uang itu kepada saya dan biarkan saya yang membelikan makanannya.” Ali lantas pamit keluar rumah untuk membeli makanan. Ditengah perjalanan Ali bertemu dengan seseorang dan menegurnya, “Wahai Ali, adakah orang yang ingin meminjamkan uang kepada saya karena Allah?” Ali langsung menjawab, “Ada, dan sayalah orangnya.” Diberikanlah uang 6 dirham tersebut kepadanya.
Karena semua uang yang dimiliki Ali telah diberikan semua kepada orang itu, maka Ali tidak jadi berbelanja dan beliau pun pulang kerumahnya. Sesampainya dirumah, dia ditanya oleh sang istri, “Wahai Ali, mana makanan yang engkau beli?”
Ali menjawab, “ Aku tidak jadi membeli makanan, karena semua uang telah aku berikan kepada seseorang yang lebih membutuhkan.” Mendengar jawaban tersebut Fatimah menyambut dengan rasa gembira karena telah memberikan hartanya kepada orang yang lebih membutuhkan meskipun harta itu dibutuhkan juga olehnya. Setelah kejadian itu, Ali memberitahu kepada istrinya bahwa ia akan menemui Rasulullah SAW untuk menceritakan kejadian yang ia alami.
Ditengah perjalanan, Ali bertemu dengan seseorang yang membawa seekor unta. Orang itu berkata, “Wahai Ali, hendak kemana engkau?”
Ali menjawab, “Aku hendak berkunjung ke rumah Rasulullah SAW.”
Lalu orang itu berkata, “belilah untaku 100 dirham, karena aku tidak punya uang.”
Ali menjawab kembali, “Aku tidak punya uang sama sekali.”
Orang itu menawarkan kembali, “Tidak apa-apa, juallah unta ini selakunya, engkau bisa bayar belakangan setelah laku.”
Ali pun sepakat dengan tawaran itu, lantas Ali kembali lagi ke rumahnya untuk mengikat unta sebelum ia pergi lagi menemui Rasulullah SAW. Dalam perjalanan pulang ke rumah Ali bertemu lagi dengan seseorang dan menegurnya, “Wahai Ali, mau diapakan unta itu?”
“Aku ingin menjualnya,” jawab Ali.
Orang itu menjawab lagi, “Untanya sungguh sangat bagus, saya berminat membelinya seharga 300 dirham.” Singkat cerita, terjadilah transaksi jual beli unta antara Ali dan orang itu, lalu Ali pulang ke rumah dengan membawa uang 300 dirham tersebut.
Setibanya di rumah, sang istri bertanya, “Wahai Ali, ada apa denganmu? Kelihatannya engkau sangat bahagia.” Ali pun menceritakan kejadian yang baru saja ia alami dan menunjukkan uang 200 dirham dari hasil keuntungan transaksi jual beli unta itu. Diberikanlah uang 200 dirham itu kepada sang istri dan Ali membawa pergi uang 100 dirham untuk membayar hutang sekaligus hendak pergi menemui Rasulullah SAW.
Berangkatlah Ali ke rumah Rasulullah SAW untuk menemui dan menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Setibanya di rumah Rasulullah SAW dan bertemu dengan beliau, Rasulullah SAW berkata, “Hai Ali, engkau datang kemari tentu ada sesuatu yang ingin disampaikan. Siapakah yang mau lebih dahulu menyampaikan, engkau atau aku?” mendapat pertanyaan seperti itu Ali langsung menjawab, “Silahkan, wahai Rasulullah, engkau dulu yang menyampaikan sesuatu.”
Rasulullah SAW bertanya, “Wahai Ali tahukan engkau siapakah orang yang menjual dan membeli unta itu?” Ali menjawab, “Tidak.”
Rasulullah SAW berkata lagi, “Orang yang menjual unta itu adalah Malaikat Jibril, dan orang yang membeli unta itu adalah Malaikat Mikail.” Dengan rasa penasaran Ali, lalu ia bertanya kembali, “Lantas harus kepada siapakah saya harus membayar hutang 100 dirham?.”
Rasulullah SAW menjawab, “Itu semua rezekimu, karena keikhlasanmu mengeluarkan sedekah.”
Dapat disimpulkan bahwasannya kita sebagai umat muslim harus percaya dan yakin atas janji Allah SWT yang pasti akan membalas kebaikan seseorang dengan berlipat ganda dengan cara memberikan karunia-Nya dari jalan yang tidak terduga. Sebagaimana dalam Q.S Al- Baqarah: 245, Allah SWT berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya: “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Demikianlah kisah tauladan Ali bin Abi Thalib yang sangat mengagumkan, dengan keikhlasan yang luar biasa ia bersedekah dalam suasana sulit, akan tetapi Allah SWT menggantikannya dengan berlipat ganda.
Sumber :
Hadi Bashori, M. (2022). Kala Takdir Masih Bisa Diubah (T. Arumsari (ed.); 1st ed.). ziyadbooks.