Harta Yang Menutup Pintu Berkah
Aspek kepentingan dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak akan terlepas dari keterlibatan harta, karena harta merupakan objek utama dalam memenuhi kebutuhan jasmani khususnya sandang, papan, pangan.
Akhir-akhir ini fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah pergeseran paradigma dalam memandang dan menagagap keautentikan suatu harta sebagai sebuah sarana pemuas kebutuhan dan sarana utama untuk tetap bertahan hidup, sehingga harta menjadi sebuah tujuan akhir dalam hidup. Bagi mereka, dengan harta dapat melakukan segala-galanya, dengan harta akan mendapatkan kedudukan dan martabat di hadapan orang, dengan harta dapat hidup tenteram tenang dan bahagia.
Pandangan masyarakat terhadap harta telah sangat jauh dari kacamata Islam, Masyarakat saat ini beranggapan standar kemampuan manusia diukur berdasarkan harta yang dimilikinya.
Sedangkan peran dan fungsi harta dalam Islam adalah sebagai wasilah dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia dalam menjaga kestabilan ekonomi agar tujuan dari kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan secara adil dan merata. Karena dalam Islam harta adalah anugerah dari Zat Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan makhluk lainnya.
Harta itu memang indah, melezatkan dan menggembirakan sehingga banyak orang ingin memburunya, meskipun hanya sampai batas yang dihalalkan saja, akan tetapi menurut ulama Islam Muhammad Imam Al-Ghazali, masyarakat saat ini terbiasa mencintai harta sehingga sulit untuk berpisah dengannya. Perbuatan semacam ini dapat meresap dalam jiwanya, sehingga kadang kala dapat mengalahkan perasaan yang dahulunya suci menjadi kurang suci, dahulunya baik menjadi kurang baik. Bahkan yang dahulunya halal menjadi haram.
Tujuan manusia dalam mencari harta adalah memenuhi fitrahnya dalam berkehidupan di muka bumi ini untuk mencukupi diri dan keluarga, membantu masyarakat dan memperoleh keridhaan Allah. Mencari harta merupakan fitrah manusia sejak diciptakan, tetapi dalam memenuhi tuntutan nafsunya harus dikendalikan dengan batasan syariah dan menggunakan cara sesuai syariat Islam.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatangbinatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS: Ali ‘Imran: 14)
Dalam hal ini, Islam telah menentukan batasan dan cara-cara dimana individu, kelompok, masyarakat dan Negara dapat menguasai harta sedemikian rupa, sehingga perolehan dalam tingkatan yang berbeda-beda masih dapat diraih oleh semua orang walaupun ada perbedaan dalam kemampuan mereka.
Semoga, kita dapat menata kembali tujuan kita, meluruskan kembali niat kita, mensucikan kembali harta-harta kita agar keberkahan selalu mengiringi dalam setiap detik kita menjalani kehidupan dibumi Allah ini. Wallâhu A`lam bis Showâb.
Sumber :
Elvan Syaputra, S.Hi, M.MA