You are currently viewing Bencana Sebagai Kerinduan Allah SWT Kepada Hamba-Nya

 Bencana Sebagai Kerinduan Allah SWT Kepada HambaNya

Oleh

Robby Karman
(Anggota Badan Pengurus Lazismu Jawa Barat)

Setiap ada bencana alam yang cukup besar seperti gempa bumi atau gunung meletus, senantiasa muncul perdebatan mengenai makna dari bencana tersebut. Ada yang menganggap bencana adalah azab dan mengaitkannya dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh penduduknya. Ada juga yang meihat bencana sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman dan peringatan bagi kaum yang bermaksiat.

Dua pendapat di atas, dapat kita temukan landasannya dalam Al Qur’an dan hadits. Pada kenyataannya memang dalam Al Qur’an banyak sekali ayat mengenai azab bagi kaum terdahulu. Ada Kaum Sodom yang diazab dengan hujan batu. Ada kaum Aad dan Tsamud yang juga diazab dengan suara keras dan angin topan yang sangat dingin. Ada kaum Nabi Nuh yang diazab dengan banjir besar.

Di sisi lain, Allah SWT berfirman: Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).

Sayangnya, yang benar-benar mengetahui soal rahasia di balik bencana hanyalah Allah SWT. Kita pun hari ini tidak punya lagi Nabi yang bisa menjadi penghubung lidah manusia dengan Tuhannya. Maka yang bisa kita lakukan hanyalah menganalisis dan melakukan refleksi atas sebuah bencana yang terjadi. Bencana bisa dijadikan momentum bagi kita untuk kembali introspeksi dan memperbaiki diri.

Namun ada sebuah perspektif menarik bahwa bencana adalah bentuk kerinduan Allah SWT kepada umatnya. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman: “Pergilah kepada hambaKu, lalu timpakanlah ujian kepada mereka, karena aku rindu mendengar rintihannya.” (HR. Thabrani dan Abu Umamah).

Hadits ini menerangkan alasan Allah SWT memberikan manusia ujian. Yakni Allah SWT rindu mendengar rintihan hamba-hambaNya. Allah SWT senang mendengar hambaNya merintih untuk memohon kepadaNya.

Manusia seringkali melupakan Allah SWT di kala senang dan baru mengingatnya di kala susah. Inilah mengapa Allah SWT memberikan ujian, agar manusia kembali mengingatnya. Karena manusia seringkali lalai jika tidak diuji.

Dalam QS. Al Hasyr: 19, Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.”

Saat Allah masih menguji kita, artinya Allah SWT masih ingin kita sebagai hambaNya berdzikir kepadanya. Berdoa dan merintih kepadaNya. Namun seorang hamba yang sudah tidak lagi diuji, sementara dia tidak ingat Allah, boleh jadi itulah azab yang sebenarnya. Allah telah melupakannya dan membiarkan manusia dalam kefasikan.

Salah satu ciri Allah melupakan hambaNya seperti disebutkan dalam ayat tersebut juga adalah lupa diri. Seorang manusia yang sudah lupa akan dirinya sendiri kemungkinan Allah juga telah melupakannya. Maka bersyukurlah saat mendapatkan ujian. Artinya Allah SWT masih memberi kita kesempatan untuk mengingatnya.

 

 

 

 

 

This Post Has One Comment

Leave a Reply